Holla! Long time no see! Sudah lama
tidak cerita-cerita di blog ini karna kesibukan dll, so karena sekarang sudah
sangat luang (bahkan sampai bingung mau ngapain hari ini, besok, dan besok
besoknya lagi), jadi inilah saatnya aku kembali ke dunia media kreatifku💫
Kali ini aku akan cerita tentang pengalamanku
menggarap skripsi. Yes, sebagai mahasiswa, hal terberat yang harus dihadapi
adalah menggarap skripsi, mau tidak mau, suka tidak suka, karena skripsi adalah
syarat kelulusan di jenjang sarjana. Sebagai mahasiswa Fakultas Kesehatan
Masyarakat Undip, aku mengambil tema skripsi tentang waterborne disease, yang lebih tepatnya adalah diare. Aku mengambil
area penelitian di salah satu wilayah yanga ada di Kabupaten Kulon Progo. Nah loh,
rumah di Bekasi, kuliah di Semarang, penelitian di Kulon Progo. Hidupku is so
full of journey.
Awal mula aku mengambil wilayah penelitian disana
adalah karena dosen pembimbingku menghendaki aku mengambil cakupan wilayah yang
lebih luas dari wilayah yang aku ajukan sebelumnya. Akhirnya akupun meminta
saran ibuku untuk mencari tempat, dan voila! Jadilah kulon progo sebagai
wilayah penelitianku. Dan masalah wilayah adalah awal dari cobaanku dalam
mengerjakan skripsi.
Aku memang agak telat memulai skripsiku dibanding
beberapa teman lainnya, karena aku keasyikan KKN jadi ga mikirin mau dibawa
kemana skripsiku. Baru deh setelah itu aku kalang kabut mikirin tema dan lokasi
penelitian.
Sebelum penelitian aku harus
melakukan studi pendahuluan (sesuai yang disarankan dosbimku) dan you know
what, I’ve spend too much dollar just to do this ship. Hello… I’m not a crazy rich student, mengandalkan
uang dari ortu? Ga akan
cukup. Fortunately aku bukan orang yang suka foya-foya sehingga I have enough
money to cover all my essay stuff. Jadi pesan pertama dalam tulisan ini adalah:
save your money, skripsi akan memerasmu.
Akhirnya aku memulai skripsiku
dengan melakukan studi pendahuluan ke Kulon Progo. Sejujurnya aku ga jarang
bepergian sendiri ke tempat baru, tapi untuk jarak yang cukup jauh dan lokasi
yang benar-benar belum pernah aku bayangkan sebelumnya, perjalanan ini cukup
membuatku takut dan sedih. Ya,
aku takut karena aku ga tau apa yang akan aku hadapi disepanjang perjalanan
nanti, dan aku sedih karena aku harus pergi sendiri, tanpa ada teman yang bisa
aku jadikan tempat meredakan rasa takutku. Tapi walau begitu, semua aku hadapi
dengan modal nekad, apapun yang akan aku hadapi nanti, akan aku hadapi dengan
segala kekuatanku.
Akhirnya aku sampai di kulon progo, numpang di
rumah saudaraku. Alhamdulillah disana aku tidak mengalami banyak masalah
seperti penolakan oleh orang-orang sekitar, justru aku disambut dengan antusias
oleh mereka. Bahkan instansi-instansi terkait pun tidak semenyusahkan instansi
yang ada di kota, mereka sangat welcome dan ramah. Aku bersyukur karena aku
mengikuti apa yang dikatakan oleh ibuku.
Tidak sampai disitu, karena biaya otakku kembali
berputar. Banyak hal yang harus direlakan karena ini. Hasil lab yang tidak
memuaskan, uang yang terbuang sia-sia, dan keinginan dosen yang perlu dipenuhi
membuatku sedikit stres dan tertekan.
Pernah disuatu saat, aku tidak biisa tidur. Saat aku
mencoba membuat diriku lelah agar bisa segera tertidur, saat aku mencoba
memejamkan mataku, bukan kantuk yang aku rasakan, melainkan kecemasan luar
biasa. Beraktifitas seharian membuatku lelah, tapi tidak seberapa lelahnya
dengan apa yang ada dipikiranku saat itu. Biasanya jam 10 aku sudah ngantuk
banget dan bangun jam 5 pagi, tapi saat itu, bahkan jam 1 pun aku belum bisa
tidur dan jam 5 aku sudah terbangun. Hal itu terjadi tidak hanya sehari dua
hari.
Selain gangguan tidur, aku juga tidak bisa
merasakan lapar. Aku hanya makan ketika aku rasa aku harus makan. Perutku sakit,
tapi bukan karena lapar, karena makan sedikitpun membuatku kenyang. Saat aku
berjalan, mengendarai motor, menunggu, perutku tidak bisa berhenti merasakan
sakit. Rasanya persis ketika kita akan naik ke panggung untuk suatu kompetisi. Pasti
ga enak, padahal hanya beberapa saat sebelum naik ke panggung, apalagi ini yang
mana kejadiannya tidak hanya sehari dua hari. Tubuh ini lemas, dan aku
menyadari itu, tapi tidak lebih lemas dari otakku yang tidak bisa berhenti
berpikir.
Apakah kalian pernah membenci
weekend atau tanggal merah? Aku
pernah, dan itu rasanya sangat menyakitkan. Ketika orang-orang harusnya
menikmati hari libur mereka untuk merefresh dan mengistirahatkan tubuh mereka,
tubuhku tidak mau. Tubuhku tidak mau berhenti bekerja bahkan saat aku
mengharapkannya. Setiap hari rasanya adalah seperti di penjara, ingin keluar
tapi tidak bisa, dan harus terus melakukan hal-hal yang tidak aku suka.
Saat-saat seperti itu adalah saat yang tidak
pernah aku rasakan sebelumnya. Mungkin kalian pikir aku cupu karena baru
merasakan penderitaan seperti itu, atau aku hanya menghadapi beban seperti itu
tapi kok lebaynya minta ampun. Sekarang aku kasih tau ya, aku juga pernah
berpikir seperti itu terhadap orang lain. Aku pernah berpikir kenapa dia belum selesai skripsi? Atau gitu aja kok ngeluh sih? Emang sesusah apa
sih? Dan kini aku merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang pernah
aku nyinyirin sebelumnya.
Kita gapernah tau apa yang dirasakan oleh orang
lain sebelum kita mengalaminya sendiri. Segala apa yang terlihat itu hanya sebagian
kecil dari apa yang terjadi sebenarnya. Apalagi kalau kita bertemu orang lain
hanya sekali seminggu dan hanya bertemu 1 jam, bandingkan berapa banyak hal
yang kita lihat dibandingkan dengan apa yang tidak kita lihat, perbandingannya
hampir 1:168 hal. Kita hanya melihat hidup dia hanya dalam 1 jam, tapi kita
gatau apa yang ia alami selama 167 jam lainnya. Itulah kenapa sangat mudah
untuk kita menilai apa yang dialami oleh orang lain, karena kita hanya melihat
apa yang terjadi pada orang lain dalam waktu yang begitu singkat. Jadi pesan
kedua dalam tulisan ini adalah: biarkan
orang lain mengeluh, karena kamu tidak tahu bagaimana dirimu saat berada di
posisinya.
Jangan tanya soal menangis. Untuk seorang aku yang
memiliki frekuensi menangis dengan intensitas tertentu yang sangat jarang,
dalam 7 bulan perjuanganku menangis bukan lagi hal yang langka. Aku tidak
menangis ketika aku terjatuh, tapi aku menangis kapanpun aku bisa menangis. Ya,
saat terjatuh aku masih bisa pura-pura tegar dan kembali bangkit, tapi di lain
waktu yang sangat random, tiba-tiba dadaku sesak dan air mata tumpah begitu
saja. Mungkin aku bisa mencium aroma asin di mukenaku. Bahkan seorang temanku
mengatakan, mataku tidak seperti biasanya, tidak ada tatapan yang cerah dan
tajam, melainkan fearness and misery. Aku bisa menyembunyikan air mataku, tapi
aku tidak bisa menyembunyikan sorot mataku.
Melihat teman-teman yang satu per satu mulai maju
seminar membuatku insecure, rasa takut kembali menghantui. Ketakutan tidak
kunjung maju seminar, ketakutan akan ditinggal rombongan, ketakuran tidak bisa
memenuhi timeline, semua itu menghantui hari-hariku. Bahkan rasa takut terhadap
hal lain tidak lagi kurasakan, hanya ketakutan tentang hal inilah yang aku
rasakan. Akhirnya aku memutuskan untuk vakum dari instagram. Ya, aku menghapus
app instagramku karna hal itu. Aku benar-benar merasa underpressure setiap kali
melihat orang lain maju seminar. Dan ternyata hidupku jauh lebih tenang setelah
aku melakukan hal itu.
Cobaan demi cobaan datang silih berganti,
seakan-akan alam mengatakan: kamu tidak boleh menghadapi ini dengan mudah, kamu
harus kesulitan. Kata orang-orang tema skripsiku tidak sulit, aku sendiri pun
mengakui itu. Tapi seperti yang aku katakan tadi, alam tidak menyertaiku
menjalani segala hal dengan mudah, sehingga ada saja masalah yang datang, yaitu
hasil penelitianku tidak bisa diolah. Ketakutan lagi-lagi merambat disekujur
tubuhku. Selama liburan idul fitri, rasanya ingin tertawa lepaspun berat. Kalian
yang sudah mengalami hal ini mungkin tahu bahwa orang-orang sekitar mulai
menanyakan pertaman ”kapan series”. Kapan lulus? Dan aku hanya bisa menjawab
dengan jawaban insyaAllah Agustus, kalo
engga Agustus ya Oktober, kalo engga ya Januari. Sepasrah itu aku menjawab
pertanyaan mereka, walau sebenarnya ada rasa sakit di hatiku, bagaimana aku
bisa menentukan kapan aku lulus? Toh hasil penelitianku saja tidak mau
mempecepat prosesku.
Alhamdulillah, walau sempat ada keraguan dan
ketakutan, setelah bertemu dengan dosbim, penelitianku bisa dilanjutkan tanpa
harus mengulang penelitian. Kalau kalian mau tau, awalnya aku sangat takut
dengan dosbimku, karena yang aku tahu beliau orangnya perfeksionis. Bahkan karena
perangainya yang seperti itu, keinginanku untuk melanjutkan studi (insyaAllah
kalau ada kesempatan) jadi terhenti. Aku benar-benar tidak ada niat melanjutkan
studi sama sekali saat itu. Tapi setelah beberapa bulan berlalu, dan karena
hasil penlitianku yang begitu memprihatinkan, akhirnya aku bisa melihat sisi
malaikat dari dosbimku, dan semenjak itu juga pandanganku tentang beliau yang
sangat ketat dan menyeramkan jadi hilang. Selain itu keinginanku untuk
melanjutkan studi juga mulai tumbuh kembali. Karena hal ini, aku tidak lagi
offensive dengan dosbimku (karena sejujurnya sebelum itu aku tekanan batin
banget tiap mau ketemu beliau) dan sekarang malah bisa lebih santai kalau
bertemu beliau, dan sekarang aku tahu beliau mengenalku, yeay!
Masalah penelitian sudah kelar, kini berganti
masalah baru, perjuangan mengejar UKT semester 9. Ya, aku sudah masuk kategori
mahasiswa semester 9. Segala upaya sudah kuusahakan, mempercepat proses
pembuatan skripsi, menunggu dosen dari pagi sampai sore (karena kampus tidak
beroperasi di malam hari), dan bolak balik revisian sudah dilakukan. Akan tetapi
karena jadwal dosen yang padat merayap walau saat itu masih hari libur kuliah,
akhirnya aku tidak bisa memperjuangankan uang UKTku, tanggal deadline sudah
terlewat, dan aku harus pasrah karena kembali melakukan hal yang sia-sia. Beban
ini bukan karena aku yang merasakan, tapi karena ortuku yang harus berusaha
membayar UKT lagi, karena seharusnya
mereka hanya membiayaiku sampai smt 8. Rasanya kecewa pada diri sendiri karena
tidak mendapatkan apa yang selama ini diperjuangkan, ditambah lagi harus bayar
kos yang engga murah. And
now I am being a Very Crazy Poor Student.
Akhirnya tanggal 30 Agustus 2018 aku
bisa ujian skripsi, yeay! Tapi cobaan belum berhenti sampai disitu, pengujiku
yang terkenal killer membuatku harus merombak skripsi dengan intensitas yang
tidak kecil. Karena revisi itulah aku tidak berhasil memperjuangkan uang kosku.
Ya, aku banyak berjuang dengan uang. Untuk skripsi ini aku sudah spend too much
money, sampai tabunganku sudah tidak bisa diharapkan dan membuatku berpikir
bagaimana aku bisa ngeprint draft hasil revisi? Alhamdulillah karena aku part-timer, jadi aku
masih ada pemasukan dari hasil kerjaku. Semakin lama aku semakin tabah dalam
menghadapi masalah. Semakin mudah untuk aku mengontrol diriku dari ketakutan
dan kecemasan. Walau banyak hal yang tidak bisa aku gapai, tapi aku tidak
kecewa, karena aku tahu, kecewa itu pasti ada. Kini kekecewaan yang kamu
hadapi, tapi suatu saat nanti pasti kebanggaan yang kamu peroleh, karena kamu
berjuang, tidak diam dam meratapi nasib.
Secara kasar proses penggarapan
skripsiku berlangsung kurang lebih 7 bulan, dengan masa penelitian hingga
seminar hasil 6 bulan dan libur lebaran 2 bulan. Memang waktu yang panjang, dan
mungkin sebagian dari kalian berpikir progresku lambat, tapi aku tidak
menyesali sama sekali, karena aku tahu apa yang aku lakukan selama 7 bulan itu,
dan apa yang aku dapatkan selama 7 bulan itu. Kalau dilihat secara untung-rugi,
mungkin aku lebih banyak mengalami kerugian. Tapi bila dilihat dari pelajaran
hidup, I’ve got so much things in my life, for my life. Aku belajar bagaimana
cara mengurangi ego, bagaimana cara berempati dan bersimpati, bagaimana cara
memandang sesuatu dari berbagai aspek, dan bagaimana cara memecahkan masalah
dengan praktis. Proses penggarapan skripsi benar-benar mengajarkan aku
bagaimana cara menjadi dewasa, bagaimana cara bersyukur, dan tentu saja banyak
hal yang harus disyukuri. Istilah pelaut tidak dilahirkan dari laut yang tenang
itu memang nyata, untuk menjadi dewasa tidak bisa hanya berjalan di red carpet,
tapi harus berjalan di semak belukar yang kita tidak tahu apa yang akan kita
hadapi nanti. Segala persiapan harus dilakukan agar apa yang akan dihadapi
nanti bisa dilalui dengan baik. Jadi pesan ketiga dalam tulisan ini adalah: jatuh itu harus, luka itu harus, dan sakit itu harus, karena kita tidak
akan merasakan kuat tanpa kesakitan.
Alhamdulillah, setelah mengalami proses yang
panjang, akhirnya aku dinyatakan lulus pada tanggal 18 September 2018. Aku menghabiskan
total 4 tahun 17 hari untuk meraih jenjang sarjanaku. Aku tidak akan bisa
meraih kelulusan ini tanpa bantuan orang-orang disekitarku, dan tentu saja atas
bantuan Allah swt. Aku sangat berterimakasih karena dukungan ibuku yang tidak
bisa diukur besarnya, beliau adalah alasan aku tetap bertahan walau sulit dan
berlari walau letih. Selain
itu dukungan dari mba nunik dan keluarga juga tidak bisa dinyatakan dengan
kata-kata, we don’t know each other before, but they humbly accept and help me
for this. They actually the best person in earth, I won’t forget you in my
life, I promise. Selain itu aku bersyukur karena dihadirkan dosbim yang sangat
sabar membimbingku. Selain itu dukungan dari adik-adikku juga selalu menjadi
penguatku. Terimakasih untuk semua elemen yang sudah mendukungku mengerjalan
skripsi ini, aku tidak bisa menyebutkan kalian satu per satu di tulisan ini,
tapi aku akan selalu mengingat kalian di otakku. Terimakasih banyak.
Terkadang apa yang direncanakan
tidak berjalan dengan semestinya, dan apa yang diharapkan tidak terjadi
sedemikian pula. Tapi tidak seharusnya kita terpuruk dan larut dalam
penyesalan. Menyesal itu pasti, dan tidak dilarang, tapi tak selamanya. Mengeluhlah
ketika sulit, menangislah ketika berat, marahlah ketika terkekang, tapi jangan
jadikan itu menjadi hal terakhir yang bisa dilakukan. Berpikir kembali,
datangkan positive vibe, dan tata rencana baru untuk harapan yang baru. Hidup terus berjalan, roda terus berputar.
Kamu tidak bisa mengubah jalur roda, tapi kamu bisa menentukan kapan roda itu
berhenti. Setiap orang
punya masalahnya masing-masing, dan punya daya tahan masing-masing. Tapi satu hal yang pasti, semua orang
pasti pernah dan akan menderita. Maka berjuanglah, karena itu hidup kamu.
That’s all about my story, my struggle
and my sacrifice. Semoga apa yang bermanfaat bisa diambil, dan apa yang mudarat
bisa dijadikan refleksi untuk menjadi lebih baik. Selamat berjuang untuk yang
akan menghadapi skripsi, dan I know what you feel untuk yang sudah melewati
masa-masa itu😀 See u in the next story! Should I write a story about my
life lesson since I life in Semarang? I will thinking about it😉 Buhbye! (There's some photos as my evidence of struggle below!👇)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk Comment-nya, Terimakasih :D